MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS CHEM-CARD
KOMBINATORIAL DAPAT MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA
KOMBINATORIAL DAPAT MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA
Oleh : Marzuki, S.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada penyelenggaraan
pendidikan, prosesnya harus mengikuti kaidah agar sesuai dengan tujuan
pembelajaran, sehingga dapat mencetak hasil yang diinginkan. Hal ini diatur
dalam PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 yang menyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
pendidikan, prosesnya harus mengikuti kaidah agar sesuai dengan tujuan
pembelajaran, sehingga dapat mencetak hasil yang diinginkan. Hal ini diatur
dalam PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 yang menyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu
menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Tujuan pendidikan adalah sebagai sarana mempersiapkan generasi penerus bangsa
dalam mewujudkan usaha negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penerus
bangsa yang baik adalah peserta didik (siswa) yang telah memenuhi kriteria
pendidikan dengan menguasai pembelajaran secara menyeluruh atau tuntas,
sehingga hasil belajarnya sangat baik. Dengan pembelajaran tuntas (mastery
learning), memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara
optimal.
menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Tujuan pendidikan adalah sebagai sarana mempersiapkan generasi penerus bangsa
dalam mewujudkan usaha negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penerus
bangsa yang baik adalah peserta didik (siswa) yang telah memenuhi kriteria
pendidikan dengan menguasai pembelajaran secara menyeluruh atau tuntas,
sehingga hasil belajarnya sangat baik. Dengan pembelajaran tuntas (mastery
learning), memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara
optimal.
Ketuntasan belajar siswa diatur dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Ketuntasan belajar siswa yang harus dicapai dalam
pembelajaran meliputi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ketuntasan belajar siswa ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar yang harus
dicapai, dengan kriteria ideal ketuntasan belajar minimal untuk setiap
indikator adalah sebesar 75%.
Satuan Pendidikan (KTSP). Ketuntasan belajar siswa yang harus dicapai dalam
pembelajaran meliputi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ketuntasan belajar siswa ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar yang harus
dicapai, dengan kriteria ideal ketuntasan belajar minimal untuk setiap
indikator adalah sebesar 75%.
Untuk mencapai ketuntasan belajar diperlukan penunjang
pembelajaran, salah satunya yaitu seperti kondisi yang kondusif dalam
pembelajaran. Kondisi ini dapat tercipta jika siswa merasa senang saat
melakukan pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning)
dapat membuat siswa lebih mudah untuk mencapai indikator ketuntasan belajar
secara ideal. Kondisi yang banyak dijumpai dalam pembelajaran kimia adalah
siswa kurang senang dengan pelajaran kimia karena pembelajaran yang banyak
dilakukan guru adalah secara konvensional sehingga lebih monoton. Oleh karena
itu, upaya untuk meningkatkan ketuntasan belajar dapat dilakukan melalui
perbaikan terhadap strategi, metode, serta pendekatan dalam pembelajaran yang lebih
menyenangkan.
pembelajaran, salah satunya yaitu seperti kondisi yang kondusif dalam
pembelajaran. Kondisi ini dapat tercipta jika siswa merasa senang saat
melakukan pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning)
dapat membuat siswa lebih mudah untuk mencapai indikator ketuntasan belajar
secara ideal. Kondisi yang banyak dijumpai dalam pembelajaran kimia adalah
siswa kurang senang dengan pelajaran kimia karena pembelajaran yang banyak
dilakukan guru adalah secara konvensional sehingga lebih monoton. Oleh karena
itu, upaya untuk meningkatkan ketuntasan belajar dapat dilakukan melalui
perbaikan terhadap strategi, metode, serta pendekatan dalam pembelajaran yang lebih
menyenangkan.
Salah satu alternatif yang bertujuan untuk membuat siswa
lebih menyenangi pembelajaran kimia adalah dengan melaksanakan pembelajaran
berbasis chem-card kombinatorial, yang dapat meningkatkan pencapaian
ketuntasan belajar siswa. Chem-card kombinatorial merupakan salah satu
bentuk model pembelajaran TGT yang digunakan dalam teknik manajemen kelas.
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan keefektifan lingkungan
kelas sehingga siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar
melalui turnamen akademik. Model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
memuat langkah-langkah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered), sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri
berdasarkan pengalaman yang dialaminya.
lebih menyenangi pembelajaran kimia adalah dengan melaksanakan pembelajaran
berbasis chem-card kombinatorial, yang dapat meningkatkan pencapaian
ketuntasan belajar siswa. Chem-card kombinatorial merupakan salah satu
bentuk model pembelajaran TGT yang digunakan dalam teknik manajemen kelas.
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan keefektifan lingkungan
kelas sehingga siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar
melalui turnamen akademik. Model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
memuat langkah-langkah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered), sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri
berdasarkan pengalaman yang dialaminya.
Dalam turnamen akademik dengan pembelajaran berbasis chem-card
kombinatorial, materi pelajaran haruslah yang bersifat informatif. Materi
yang bersifat informatif dapat dirancang dalam media berupa kartu kimia,
sehingga siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan. Salah satu materi
yang sesuai dengan pembelajaran berbasis chem-card yaitu dalam
pembelajaran hidrokarbon. Hidrokarbon merupakan senyawa organik yang tersusun
dari dari unsur karbon (C) dan unsur hidrogen (H), contohnya seperti bensin, lilin,
parafin,LPG dan lain sebagainya. Materi ini bersifat memberikan informasi
sehingga dapat dirancang dalam media kartu kimia yang digunakan dalam turnamen
akademik, dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam mencapai ketuntasan
belajar.
kombinatorial, materi pelajaran haruslah yang bersifat informatif. Materi
yang bersifat informatif dapat dirancang dalam media berupa kartu kimia,
sehingga siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan. Salah satu materi
yang sesuai dengan pembelajaran berbasis chem-card yaitu dalam
pembelajaran hidrokarbon. Hidrokarbon merupakan senyawa organik yang tersusun
dari dari unsur karbon (C) dan unsur hidrogen (H), contohnya seperti bensin, lilin,
parafin,LPG dan lain sebagainya. Materi ini bersifat memberikan informasi
sehingga dapat dirancang dalam media kartu kimia yang digunakan dalam turnamen
akademik, dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam mencapai ketuntasan
belajar.
Adapun berdasarkan kondisi saat ini, menurut Mustikasari
(2008) guru sebagai pendidik memiliki berbagai kelemahan yang kerap kali
ditemui dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Beberapa kelemahan tersebut
diantaranya: guru tidak menggunakan RPP, guru tidak mempersiapkan alat bantu
mengajar, guru kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, penggunaan papan
tulis yang kurang tepat, dan tidak melaksanakan evaluasi. Kelemahan tersebut
dapat menyebabkan guru tidak melaksanakan pembelajaran dengan baik, sehingga
pembelajaran yang berpusat pada siswa menjadi tidak dapat terlaksana dan
pencapaian ketuntasan belajar siswa tidak tercapai dengan baik. Oleh karena itu
penelitian mengenai ketuntasan belajar siswa SMA kelas X dalam pembelajaran
hidrokarbon berbasis chem-card kombinatorial perlu dilakukan.
(2008) guru sebagai pendidik memiliki berbagai kelemahan yang kerap kali
ditemui dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Beberapa kelemahan tersebut
diantaranya: guru tidak menggunakan RPP, guru tidak mempersiapkan alat bantu
mengajar, guru kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, penggunaan papan
tulis yang kurang tepat, dan tidak melaksanakan evaluasi. Kelemahan tersebut
dapat menyebabkan guru tidak melaksanakan pembelajaran dengan baik, sehingga
pembelajaran yang berpusat pada siswa menjadi tidak dapat terlaksana dan
pencapaian ketuntasan belajar siswa tidak tercapai dengan baik. Oleh karena itu
penelitian mengenai ketuntasan belajar siswa SMA kelas X dalam pembelajaran
hidrokarbon berbasis chem-card kombinatorial perlu dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan
ini adalah
ini adalah
1.
Apakah pengertian dari ketuntasan belajar?
Apakah pengertian dari ketuntasan belajar?
2.
Apakah pengertian dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial?
Apakah pengertian dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial?
3.
Bagaimanakah meningkatkan ketuntasan
belajar siswa melalui pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial?
Bagaimanakah meningkatkan ketuntasan
belajar siswa melalui pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial?
C. Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan permasalahan di atas, pembahasan ini bertujuan untuk
mengetahui :
mengetahui :
1.
Pengertian dari ketuntasan belajar.
Pengertian dari ketuntasan belajar.
2.
Pengertian dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial.
Pengertian dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial.
3.
Langkah-langkah meningkatkan
ketuntasan belajar siswa melalui pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial.
Langkah-langkah meningkatkan
ketuntasan belajar siswa melalui pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial.
D. Manfaat Pembahasan
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1.
Pembahasan ini dapat
digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa di dalam proses belajar
mengajar kimia dalam upaya untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
Pembahasan ini dapat
digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa di dalam proses belajar
mengajar kimia dalam upaya untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
2.
Pembahasan ini dapat
digunakan sebagai contoh untuk meningkatkan keterlibatan siswa di dalam proses belajar
mengajar
Pembahasan ini dapat
digunakan sebagai contoh untuk meningkatkan keterlibatan siswa di dalam proses belajar
mengajar
3.
Pembahasan ini dapat
mengembangakan pemikiran dan pengetahuan dalam mengatasi masalah dan memberikan
pengetahuan dan pengalaman yang bernilai di dalam penelitian tentang
pendidikan.
Pembahasan ini dapat
mengembangakan pemikiran dan pengetahuan dalam mengatasi masalah dan memberikan
pengetahuan dan pengalaman yang bernilai di dalam penelitian tentang
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model
Pembelajaran
Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen pendukung keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang lebih banyak dituntut
saat sekarang ini adalah model yang berorientasi pada siswa (student
centered). Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada siswa yaitu
pembelajaran kooperatif (Sardiman, 2004).
siswa dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang lebih banyak dituntut
saat sekarang ini adalah model yang berorientasi pada siswa (student
centered). Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada siswa yaitu
pembelajaran kooperatif (Sardiman, 2004).
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membagi siswa
menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok umumnya terdiri dari
siswa-siswa yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan salah
satu jenis aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman siswa terhadap
suatu materi pelajaran. Sifat belajar padapembelajaran kooperatif tidak sama
dengan belajar kelompok atau belajar bekerja sama biasa. Pada pembelajarankooperatif,
setiap siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok melalui rancangan-rancangan
tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru sehingga seluruh siswa harus bekerja
aktif.
menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok umumnya terdiri dari
siswa-siswa yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan salah
satu jenis aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman siswa terhadap
suatu materi pelajaran. Sifat belajar padapembelajaran kooperatif tidak sama
dengan belajar kelompok atau belajar bekerja sama biasa. Pada pembelajarankooperatif,
setiap siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok melalui rancangan-rancangan
tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru sehingga seluruh siswa harus bekerja
aktif.
Lie (2002) menyebutkan bahwa terdapat 5 unsur model pembelajaran
kooperatif, yaitu: (1) adanya saling ketergantungan positif antara anggota
kelompok; (2) adanya tanggung jawab perseorangan. Artinya, setiap anggota
kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan baik untuk keberhasilan tugas
kelompok; (3) adanya tatap muka, setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi; (4) harus ada komunikasi antar anggota.
Dalam hal ini siswa tentu harus dibekali dengan teknik berkomunikasi; (5)
adanya evaluasi proses kelompok, yang dijadwalkan dan dilaksanakan oleh guru.
kooperatif, yaitu: (1) adanya saling ketergantungan positif antara anggota
kelompok; (2) adanya tanggung jawab perseorangan. Artinya, setiap anggota
kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan baik untuk keberhasilan tugas
kelompok; (3) adanya tatap muka, setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi; (4) harus ada komunikasi antar anggota.
Dalam hal ini siswa tentu harus dibekali dengan teknik berkomunikasi; (5)
adanya evaluasi proses kelompok, yang dijadwalkan dan dilaksanakan oleh guru.
Berikut ini merupakan model pembelajaran yang dapat mewakili model-model
pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin (2009) dalam Sunjaya
(2009) diantaranya yaitu Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams
Games Tournament (TGT), Numbered Heads Together (NHT), Teams
Assisted Individualization (TAI), Think Pair Square (TPSq), dan Jigsaw.
pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin (2009) dalam Sunjaya
(2009) diantaranya yaitu Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams
Games Tournament (TGT), Numbered Heads Together (NHT), Teams
Assisted Individualization (TAI), Think Pair Square (TPSq), dan Jigsaw.
B. Pembelajaran
berbasis Chem-Card Kombinatorial
berbasis Chem-Card Kombinatorial
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan pembelajaran
berbasis chem-card kombinatorial. Pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
merupakan pembelajaran yang digunakan dalam teknik manajemen kelas yang
menempatkan siswa dalam kelompok dengan kemampuan yang beragam untuk
berkompetisi dalam permainan. Tujuan dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
adalah menciptakan lingkungan kelas yang efektif yang di dalamnya siswa secara
aktif terlibat dalam proses belajar mengajar dan secara konsisten menerima
dorongan untuk memberikan usaha terbaiknya. Struktur permainan chem-card kombinatorial
mendorong pada kompetisi dan kerja sama dengan cara memberikan penghargaan
kepada kelompok atas prestasi akademiknya. Secara umum, pembelajaran berbasis chem-card
kombinatorial diadaptasi dari model pembelajaran Team Games Tournament (TGT).
berbasis chem-card kombinatorial. Pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
merupakan pembelajaran yang digunakan dalam teknik manajemen kelas yang
menempatkan siswa dalam kelompok dengan kemampuan yang beragam untuk
berkompetisi dalam permainan. Tujuan dari pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
adalah menciptakan lingkungan kelas yang efektif yang di dalamnya siswa secara
aktif terlibat dalam proses belajar mengajar dan secara konsisten menerima
dorongan untuk memberikan usaha terbaiknya. Struktur permainan chem-card kombinatorial
mendorong pada kompetisi dan kerja sama dengan cara memberikan penghargaan
kepada kelompok atas prestasi akademiknya. Secara umum, pembelajaran berbasis chem-card
kombinatorial diadaptasi dari model pembelajaran Team Games Tournament (TGT).
Menurut Slavin (1991), TGT terdiri dari lima komponen utama yaitu: (1)
presentasi kelas; (2) kelompok; (3) permainan.; (4) turnamen; (5) penghargaan
kelompok. Chem-card kombinatorial menerapkan permainan akademik dan
turnamen, yang memungkinkan siswa bersaing mewakili kelompoknya dengan kelompok
yang lain dengan kemampuan akademik seperti yang mereka miliki.
presentasi kelas; (2) kelompok; (3) permainan.; (4) turnamen; (5) penghargaan
kelompok. Chem-card kombinatorial menerapkan permainan akademik dan
turnamen, yang memungkinkan siswa bersaing mewakili kelompoknya dengan kelompok
yang lain dengan kemampuan akademik seperti yang mereka miliki.
Guru memulai dengan mengenalkan materi dalam presentasi kelas. Presentasi
kelas dalam pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial berbeda dengan
pengajaran biasa. Siswa perlu berkonsentrasi penuh selama presentasi
berlangsung karena akan membantu mereka untuk mengerjakan turnamen akademik,
dan poin turnamen akademik mereka akan menentukan nilai kelompoknya.
kelas dalam pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial berbeda dengan
pengajaran biasa. Siswa perlu berkonsentrasi penuh selama presentasi
berlangsung karena akan membantu mereka untuk mengerjakan turnamen akademik,
dan poin turnamen akademik mereka akan menentukan nilai kelompoknya.
Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili pemerataan
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau etnis. Fungsi utama kelompok
yaitu mempersiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan turnamen akademik dengan
baik. Setelah guru menampilkan materi, kelompok berembuk untuk memelajari
lembar tugas atau materi. Seringkali, pembelajaran yang terjadi berupa
pemberian kuis untuk menguji pemahaman siswa, atau pengerjaan tugas
bersama-sama dan mengoreksi miskonsepsi yang dapat mengakibatkan anggota
kelompoknya membuat kesalahan. Kelompok merupakan bagian yang terpenting dalam chem-card
kombinatorial. Pada setiap aspek, penekanannya adalah pada usaha anggota
untuk kelompoknya, serta pencapaian kelompok untuk anggotanya.
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau etnis. Fungsi utama kelompok
yaitu mempersiapkan anggotanya agar dapat mengerjakan turnamen akademik dengan
baik. Setelah guru menampilkan materi, kelompok berembuk untuk memelajari
lembar tugas atau materi. Seringkali, pembelajaran yang terjadi berupa
pemberian kuis untuk menguji pemahaman siswa, atau pengerjaan tugas
bersama-sama dan mengoreksi miskonsepsi yang dapat mengakibatkan anggota
kelompoknya membuat kesalahan. Kelompok merupakan bagian yang terpenting dalam chem-card
kombinatorial. Pada setiap aspek, penekanannya adalah pada usaha anggota
untuk kelompoknya, serta pencapaian kelompok untuk anggotanya.
Kelompok mendorong performa akademik; dan juga mendorong timbulnya
kepentingan bersama serta saling menghormati yang merupakan hal yang sangat
penting dalam menciptakan hubungan dalam kelompok, rasa percaya diri, dan
keberterimaan siswa.
kepentingan bersama serta saling menghormati yang merupakan hal yang sangat
penting dalam menciptakan hubungan dalam kelompok, rasa percaya diri, dan
keberterimaan siswa.
Permainan yang sederhana, berupa pertanyaan untuk menguji pengetahuan
siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan dalam kelompok. Kebanyakan
permainanan berupa lembar pertanyaan yang masing-masing diberi nomor. Siswa
mengambil kartu bernomor kemudian menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor
kartu. Peserta juga dapat saling menguji jawaban masing-masing.
siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan dalam kelompok. Kebanyakan
permainanan berupa lembar pertanyaan yang masing-masing diberi nomor. Siswa
mengambil kartu bernomor kemudian menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor
kartu. Peserta juga dapat saling menguji jawaban masing-masing.
Pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial merupakan salah satu
cara pembelajaran yang digunakan melalui pendekatan yang menyenangkan (joyfull
learning). Melalui pembelajaran ini, guru bertindak sebagai fasilitator
untuk mengarahkan dan menggali seluruh potensi siswa. Menurut Shynjo, joyfull
learning merupakan pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan. Faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan
penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak untuk
belajar. Di dalam pembelajaran joyfull learning terdapat komunikasi yang
saling mendukung, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Pendekatan joyfull learning menuntut kreatifitas guru serta siswa
sehingga membuat siswa memiliki motivasi untuk mencari tahu dan terus belajar.
cara pembelajaran yang digunakan melalui pendekatan yang menyenangkan (joyfull
learning). Melalui pembelajaran ini, guru bertindak sebagai fasilitator
untuk mengarahkan dan menggali seluruh potensi siswa. Menurut Shynjo, joyfull
learning merupakan pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan. Faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan
penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak untuk
belajar. Di dalam pembelajaran joyfull learning terdapat komunikasi yang
saling mendukung, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Pendekatan joyfull learning menuntut kreatifitas guru serta siswa
sehingga membuat siswa memiliki motivasi untuk mencari tahu dan terus belajar.
Dengan pendekatan joyfull learning diharapkan siswa lebih mudah
menerima materi yang disampaikan dikarenakan suasana belajar yang menyenangkan
dan tanpa ketegangan.
menerima materi yang disampaikan dikarenakan suasana belajar yang menyenangkan
dan tanpa ketegangan.
C. Ketuntasan
Belajar
Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas.
Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery
learning”. Mastery learning atau belajar tuntas menurut Nasution
(1982) mempunyai arti sebagai penguasaan penuh. Penguasaan penuh pelajaran akan
dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh
yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution
(1982) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh,
yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan
untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk
belajar.
Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery
learning”. Mastery learning atau belajar tuntas menurut Nasution
(1982) mempunyai arti sebagai penguasaan penuh. Penguasaan penuh pelajaran akan
dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh
yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution
(1982) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh,
yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan
untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk
belajar.
Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan
siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi
dasar mata pelajaran tertentu. Pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing siswa secara optimal.
Kompetensi (KBK) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan
siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi
dasar mata pelajaran tertentu. Pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing siswa secara optimal.
Berdasarkan kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2006, ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan belajar
untuk masing-masing indikator adalah 75%. Dalam hal ini, satuan pendidikan
harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran. Sehingga, kriteria ketuntasan belajar yang ada di
setiap sekolah dapat berbeda-beda dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan
kriteria ketuntasan belajar minimal 75% yang dianjurkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Akan tetapi, sekolah harus terus berupaya untuk
meningkatkan kriteria ketuntasan belajarnya yang diiringi dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Kriteria paling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
2006, ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan belajar
untuk masing-masing indikator adalah 75%. Dalam hal ini, satuan pendidikan
harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran. Sehingga, kriteria ketuntasan belajar yang ada di
setiap sekolah dapat berbeda-beda dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan
kriteria ketuntasan belajar minimal 75% yang dianjurkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Akan tetapi, sekolah harus terus berupaya untuk
meningkatkan kriteria ketuntasan belajarnya yang diiringi dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Kriteria paling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
Ketuntasan belajar yang harus dicapai oleh siswa dengan menggunakan KTSP,
tidak hanya berupa nilai angka yang berasal dari hasil tes baik tes formatif maupun tes sumatif akan tetapi harus memenuhi
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
tidak hanya berupa nilai angka yang berasal dari hasil tes baik tes formatif maupun tes sumatif akan tetapi harus memenuhi
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
1.
Ranah Kognitif
Ranah Kognitif
Terdapat 6 jenjang yang terdapat di dalam ranah
kognitif menurut Bloom yaitu hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3),
analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Menurut Firman (2007), hafalan
merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang telah dipelajarinya.
kognitif menurut Bloom yaitu hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3),
analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Menurut Firman (2007), hafalan
merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang telah dipelajarinya.
Pemahaman merupakan kemampuan menangkap arti
dari informasi yang diterima, antara lain menafsirkan bagan, diagram atau
grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam formula matematis,
memprediksikan berdasarkan kecenderungan tertentu (interpolasi dan
ekstrapolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri.
dari informasi yang diterima, antara lain menafsirkan bagan, diagram atau
grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam formula matematis,
memprediksikan berdasarkan kecenderungan tertentu (interpolasi dan
ekstrapolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri.
Menurut Silverius (1991), kemampuan pemahaman
umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya
dengan hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini
adalah pilihan ganda dan uraian.
umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya
dengan hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini
adalah pilihan ganda dan uraian.
Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi
tiga, yaitu: (1) menerjemahkan (translation); (2) menginterpretasi (interpretation)
dan; (3) mengekstrapolasi dan menginterpolasi (extrapolation and
interpolation).
tiga, yaitu: (1) menerjemahkan (translation); (2) menginterpretasi (interpretation)
dan; (3) mengekstrapolasi dan menginterpolasi (extrapolation and
interpolation).
Menerjemahkan dalam konteks ini bukan hanya
pengalihan (translation) dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi juga
dapat dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk
mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan
kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan.
Kemampuan menginterpretasi lebih luas pengertiannya dibandingkan menerjemahkan.
Ini merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi.
Misalnya diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar lainnya lalu
diminta untuk ditafsirkan.
pengalihan (translation) dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi juga
dapat dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk
mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan
kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan.
Kemampuan menginterpretasi lebih luas pengertiannya dibandingkan menerjemahkan.
Ini merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi.
Misalnya diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar lainnya lalu
diminta untuk ditafsirkan.
Berbeda dengan menerjemahkan dan
menginterpretasi, mengektrapolasi dan menginterpolasi lebih tinggi sifatnya.
Kemampuan ini menuntut kemampuan intelektual yang tinggi. Dalam
mengekstrapolasi, misalnya siswa diminta mengisi dua bilangan yang merupakan
kelanjutan dari suatu deret. Intrapolasi sifatnya mirip dengan ekstrapolasi,
tetapi perbedaannya adalah apabila siswa diminta mengisi dua bilangan yang
letaknya di tengah-tengah suatu deret.
menginterpretasi, mengektrapolasi dan menginterpolasi lebih tinggi sifatnya.
Kemampuan ini menuntut kemampuan intelektual yang tinggi. Dalam
mengekstrapolasi, misalnya siswa diminta mengisi dua bilangan yang merupakan
kelanjutan dari suatu deret. Intrapolasi sifatnya mirip dengan ekstrapolasi,
tetapi perbedaannya adalah apabila siswa diminta mengisi dua bilangan yang
letaknya di tengah-tengah suatu deret.
Penerapan merupakan kemampuan menggunakan
prinsip, aturan, metode yang telah dikuasainya pada situasi baru atau pada
situasi real. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta
hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. Sintesis merupakan
kemampuan mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi
keseluruhan yang terpadu, termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan
eksperimen, mengarang, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek,
peristiwa, dan informasi lainnya. Evaluasi merupakan kemampuan mempertimbangkan
nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan, misalnya memilih kesimpulan yang didukung oleh data, dan menilai
suatu karangan berdasarkan kriteria penilaian tertentu.
prinsip, aturan, metode yang telah dikuasainya pada situasi baru atau pada
situasi real. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta
hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. Sintesis merupakan
kemampuan mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi
keseluruhan yang terpadu, termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan
eksperimen, mengarang, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek,
peristiwa, dan informasi lainnya. Evaluasi merupakan kemampuan mempertimbangkan
nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan, misalnya memilih kesimpulan yang didukung oleh data, dan menilai
suatu karangan berdasarkan kriteria penilaian tertentu.
2.
Ranah Afektif
Ranah Afektif
Menurut beberapa ahli, afektif dibagi menjadi lima
taraf, yaitu:
taraf, yaitu:
a.
Penerimaan (Receiving).
Taraf ini mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena atau stimulasi dan
perangsang-perangsang tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk
memperhatikannya,
Penerimaan (Receiving).
Taraf ini mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena atau stimulasi dan
perangsang-perangsang tertentu, yaitu menyangkut kesediaan siswa untuk
memperhatikannya,
b.
Responsi (Responding).
Pada taraf ini siswa memiliki motivasi yang cukup untuk merespon, menunjukkan
perhatian aktif, melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena, setuju, ingin, puas
meresponsi (mendengar)
Responsi (Responding).
Pada taraf ini siswa memiliki motivasi yang cukup untuk merespon, menunjukkan
perhatian aktif, melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena, setuju, ingin, puas
meresponsi (mendengar)
c.
Menghayati Nilai (Valuing).
Pada taraf ini, siswa sudah menghayati nilai tertentu, menunjukkan konsistensi
perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang pasti. Tingkatannya yaitu : menerima, lebih menyukai, dan
menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.
Menghayati Nilai (Valuing).
Pada taraf ini, siswa sudah menghayati nilai tertentu, menunjukkan konsistensi
perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang pasti. Tingkatannya yaitu : menerima, lebih menyukai, dan
menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.
d.
Mengorganisasikan (Organization).
Pada taraf ini, siswa dapat menghadapi situasi yang mengandung lebih dari satu
nilai, mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, dapat
menentukan saling hubungan antar nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan
dan diterima di mana-mana, memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di
mana- mana. Tingkatannya yaitu : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu
sistem nilai
Mengorganisasikan (Organization).
Pada taraf ini, siswa dapat menghadapi situasi yang mengandung lebih dari satu
nilai, mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem, dapat
menentukan saling hubungan antar nilai, memantapkan suatu nilai yang dominan
dan diterima di mana-mana, memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di
mana- mana. Tingkatannya yaitu : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu
sistem nilai
e.
Memperhatikan nilai
atau seperangkat nilai (Characterization by value or value complex).
Dalam taraf ini, siswa sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang
nilai atau seperangkat nilai tertentu.
Memperhatikan nilai
atau seperangkat nilai (Characterization by value or value complex).
Dalam taraf ini, siswa sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang
nilai atau seperangkat nilai tertentu.
3.
Ranah
Psikomotor
Ranah
Psikomotor
Menurut
Arikunto (2003), ranah psikomotor dalam penggunaanya harus menunjukkan pada
aktualisai kata-kata yang dapat diamati meliputi:
Arikunto (2003), ranah psikomotor dalam penggunaanya harus menunjukkan pada
aktualisai kata-kata yang dapat diamati meliputi:
1.
Muscular or motor
skills
Muscular or motor
skills
Ranah
psikomotor jenis ini dapat berupa mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
psikomotor jenis ini dapat berupa mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
2.
Manipulation of
materials or subjects
Manipulation of
materials or subjects
Ranah
psikomotor jenis ini dapat berupa mereparasi, menyusun, membersihkan,
menggeser, memindahkan, dan membentuk.
psikomotor jenis ini dapat berupa mereparasi, menyusun, membersihkan,
menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3.
Neuromuscular
coordination
Neuromuscular
coordination
Ranah
psikomotor jenis ini dapat berupa mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
psikomotor jenis ini dapat berupa mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen
pendukung keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen
pendukung keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
2.
Pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
merupakan pembelajaran yang digunakan dalam teknik manajemen kelas yang
menempatkan siswa dalam kelompok dengan kemampuan yang beragam untuk
berkompetisi dalam permainan.
Pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
merupakan pembelajaran yang digunakan dalam teknik manajemen kelas yang
menempatkan siswa dalam kelompok dengan kemampuan yang beragam untuk
berkompetisi dalam permainan.
3.
Dengan diterapkannya
model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial sebagai metode
belajar, maka dalam kegiatan pembelajarannya guru selalu membuat kegiatan
pembelajaran semenarik mungkin sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan
tidak membosankan. Dengan tidak merasa bosannya siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran, maka siswa pun akan lebih berpartisipasi aktif mengikuti
pembelajaran. Dengan begitu, maka aktifitas belajar siswa pun akan lebih
meningkat.
Dengan diterapkannya
model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial sebagai metode
belajar, maka dalam kegiatan pembelajarannya guru selalu membuat kegiatan
pembelajaran semenarik mungkin sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan
tidak membosankan. Dengan tidak merasa bosannya siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran, maka siswa pun akan lebih berpartisipasi aktif mengikuti
pembelajaran. Dengan begitu, maka aktifitas belajar siswa pun akan lebih
meningkat.
4.
Adanya perbedaan
aktifitas belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah dan dengan menerapkan
model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial. Dengan menggunakan
metode ceramah aktifitas belajar siswa sangat kecil karena hanya beberapa orang
yang nampak aktif dalam pembelajaran. Sedangkan dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial, siswa lebih termotivasi
dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga aktifitas belajar siswa
pun lebih baik lagi bila dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah. Model
pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial dirasa lebih efektif
digunakan untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa.
Adanya perbedaan
aktifitas belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah dan dengan menerapkan
model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial. Dengan menggunakan
metode ceramah aktifitas belajar siswa sangat kecil karena hanya beberapa orang
yang nampak aktif dalam pembelajaran. Sedangkan dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial, siswa lebih termotivasi
dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga aktifitas belajar siswa
pun lebih baik lagi bila dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah. Model
pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial dirasa lebih efektif
digunakan untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa.
B. Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.
Akan lebih baik lagi
jika sebelum diterapkan model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
menggunakan kartu kimia, siswa diajari telebih dahulu aturan main dan cara
memainkan kartu beberapa kali sehingga saat dilaksanakan penelitian siswa sudah
mengerti.
Akan lebih baik lagi
jika sebelum diterapkan model pembelajaran berbasis chem-card kombinatorial
menggunakan kartu kimia, siswa diajari telebih dahulu aturan main dan cara
memainkan kartu beberapa kali sehingga saat dilaksanakan penelitian siswa sudah
mengerti.
2.
Pengkondisian dan
pengelolaan kelas harus diperhatikan dengan baik sehingga alokasi waktu dapat
efisien.
Pengkondisian dan
pengelolaan kelas harus diperhatikan dengan baik sehingga alokasi waktu dapat
efisien.
3.
Penggunaan metode
melalui permainan dalam pembelajaran sebaiknya tidak dilakukan untuk materi
yang sifatnya bukan hafalan, karena karakteristik materi berbeda-beda. Jika
tidak tepat dalam menggunakan metode dapat berakibat pada menurunnya hasil
belajar siswa.
Penggunaan metode
melalui permainan dalam pembelajaran sebaiknya tidak dilakukan untuk materi
yang sifatnya bukan hafalan, karena karakteristik materi berbeda-beda. Jika
tidak tepat dalam menggunakan metode dapat berakibat pada menurunnya hasil
belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Jakarta:
Bumi Aksara.
Suharsimi. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Jakarta:
Bumi Aksara.
Badan
Nasional Standar Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Depdiknas.
Nasional Standar Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Depdiknas.
Jayani,
Ahmad. (2008). Penerapan Model Pembelajaran CTL untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Matematika (Pokok Mat eri Statistika) dan Motivasi Belajar Siswa Kelas
XI-IA SMA Negeri 4 Watampone. [Online]. Tersedia: http://puslitjaknov.org/.../Ahmad%20Jayani_PENERAPAN%20M
ODEL%20PEMBELAJARAN%20CTL.pdf (25 Desember 2009)
Ahmad. (2008). Penerapan Model Pembelajaran CTL untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Matematika (Pokok Mat eri Statistika) dan Motivasi Belajar Siswa Kelas
XI-IA SMA Negeri 4 Watampone. [Online]. Tersedia: http://puslitjaknov.org/.../Ahmad%20Jayani_PENERAPAN%20M
ODEL%20PEMBELAJARAN%20CTL.pdf (25 Desember 2009)
Mustikasari,
Ardiani.(2008). Lima Kelemahan Guru Dalam Mengajar [Online]. Tersedia:
http://edu-articles.com (21 Februari 2009)
Ardiani.(2008). Lima Kelemahan Guru Dalam Mengajar [Online]. Tersedia:
http://edu-articles.com (21 Februari 2009)
Nasution,
S. (1997). Belajar dan Mengajar . Jakarta : Bumi Aksara.
S. (1997). Belajar dan Mengajar . Jakarta : Bumi Aksara.
Pendidikan
Nasional. (2003). Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah
Nasional. (2003). Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah
Sardiman,
A,M. (2000). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: Rajawali
Pers.
A,M. (2000). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: Rajawali
Pers.
Shynjo.
(2008). Proposal Penelitian “Joyfull Learning” [Online]. Tersedia:
http://shynjo.blogspot.com/ (25 Desember 2009)
(2008). Proposal Penelitian “Joyfull Learning” [Online]. Tersedia:
http://shynjo.blogspot.com/ (25 Desember 2009)
Silverius,
Suke. (1991). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik . Jakarta: PT.
Grasindo.
Suke. (1991). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik . Jakarta: PT.
Grasindo.
Slavin,
R. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik .Bandung: Nusa
Media.
R. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik .Bandung: Nusa
Media.
Wilis
Dahar, Ratna. (1996). Teori-teori Belajar . Jakarta: Erlangga.
Dahar, Ratna. (1996). Teori-teori Belajar . Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar